PENGERTIAN ILMU FILSAFAT

Pengertian Filsafat Ilmu


Buku Filsafat Ilmu


Filsafat merupakan ikhtiar manusia untuk memahami beraneka gejala dan peristiwa sebagai penjelmaan yang dilatari oleh daya atau ihwal tertentu. begitulah awal metafisika. Bagi seorang filsuf penjelmaan tidaklah berdiri sendiri sebagai ketunggalan belaka. Penjelmaan merupakan fenomena yang merangsang kuriositasnya untuk lanjut bertanya-tanya: apakah gerangan daya atau ihwal yang melatari pervujudannya. Para filsuf itu tidak begitu saja sudi menyerah pada imperatif yang beralasan metafisik dan misterius melulu. Mereka tidak pasrah dan menerima saja berbagai manifestasi kenyataan sebagai realitas kosmik dan fisik belaka. Maka tidak terlalu keliru untuk menyebut filsuf ini sebagai penielajah yang senantiasa dalam pengembaraan tak terhingga. Demikianlah keunggulan manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab makin menjulang oleh ketekunannya memantau berbagai gejala dan peristiwa scantero alamnya. Konsekuensinya, manusia tidak lagi menemukan kenyataan sebagai sesuatu yang selesai, melainkan sebagai peluang yang membuka berbagai kemungkinan. Bagi manusia, setiap kenyataan mengisyaratkan adanya kemungkinan.
Transendensi manusia terhadap kenyataan yang ditemuinya sebagai pembuka berbagai kemungkinan itu merupakan kemampuannya yang paling mendasari perkembangan pengetahuannya. Tentu saja tiap pengalaman meninggalkan jejak berupa pengetahuan (knowledge), dalam dunia hewan pun asas ini berlaku. Pengetahuan itu selanjutnya menjadi kerangka orientasi guna penyesuaian terhadap alam yang menjadi
  •     Panorama Filsafat ltmu Landasan Perkembangan Ilmu SepanJang Zaman

Habitatnya dan kesanggupannya untuk bertahan diri (survival). Demikianlah anak Singa melalui berbagai pengalamannya bermain hingga kesanggupannya menerkam mangsanya menghimpun pengetahuan yang efektif bagi kemampuannya untuk bertahan diri. Namun pengetahuan itu tidak pernah berubah dan mantap sebagai kesanggupan yang “itu-itu juga”, kecuali melalui intervensi atau rekayasa manusia. Jadi himpunan pengalaman yang menjadi pengetahuan hewan itu merupakan hasil yang rampung (finished, completed, settled). Pada manusia himpunan pengetahuan tersebut tidak pernah selesai tuntas, karena dunia manusia merupakan kenyataan yang senantiasa menganga dan dengan demikian tampil terbuka untuk penjelajahan lebih lanjut. Penjelajahan yang tak kunjung berakhir inilah yang kemudian meningkatkan pengetahuan manusia sampai pada perwujudannya sebagai ilmu (science).
Seorang filsuf terkemuka, Ernst Cassirer, dalam karyanya yang terkendal dan sudah berkali-kali mengalami cetak-ulang, An Essay on Man (Yale Univ. Press, 1946) menegaskan, bahwa yang mengunggulkan manusia atas makhluk lainnya ialah kenyataannya sebagai animal symbolicum. Peri kehidupan manusia ditandai oleh kesanggupannya memahami dunia perlambangan, yang menurut Cassirer menjelma melalui sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah dan ilmu. llmu sebagai sistem perlambangan merupakan wahana yang mengantarkan manusia pada puncak keunggulan keberadaannya di tengah makhluk lainnya. Penguasaan ilmu tidak lagi menjadi manusia sekedar makhluk yang harus menyesuaikan pada lingkungan alamnya tanpa pilihan. Sebaliknya, penguasaan ilmu menjadikan manusia sanggup melakukan rekayasa terhadap alamnya demi kepentingan hidupnya. Kepentingan itu bukan hanya terkait pada kebutuhan (needs) untuk bertahan hiup, melainkan juga untuk mencapai berbagai keinginan (wants) yang nyaris mekar tak kenal batas.
Dari apa yang diuraikan oleh Cassirer jelaslah bahwa dalam pandangannya kebudayaan bukan sesuatu yang statis atau stagnan, melainkan memiliki dinamika yang khas, yaitu oleh terjadinya tegangan


    Antara daya preservatif di satu Sisi dan daya progresif di Sisi lainnya. Artinya, dinamika itu terjadi oleh pertentangan antara kecendetungan untuk melestarikan tapi serentak bersama itu juga kehendak untuk maju. Di antara kedua daya yang bertentangan itu ternyata ilmu merupakan daya yang paling progresif dalam keseluruhan spekturm kebudayaan. Ilmu pula yang merupakan penjelmaan kesanggupan transendensi manusia melalui berbagai fungsi yang dimilikinya, seperti berfikir, bemalar, berbahasa, bahkan melalui imajinasi dan fantasinya. Ilmu telah membawa manusia mencapai berbagai keunggulan dalam penjelajahannya yang tak hirau terhadap berbagai pembatasan yang mgmasung pengembangan kesanggupannya untuk melakukan transendensi sebagai ikhtiar penjajagan adanya dunai kemungkinan. Ikhtiar—demi-ikhtiar menjadikan ilmu sebagai sejarah yang menentukan perkembangan peradaban manusia. Perkembangan ilmu menjadikan dunia manusia sebagai kenyataan yang lebih banyak menawarkan pilihan (alternatives) ketimbang keharusan (imperativer).
Melalui penguasaan ilmu manusia mengenali adanya berbagai tatanan (order) dan keteraturan (regu/aoties) yang diamatinya di alam semesta. Seiring dengan perkenalan tersebut ditemukannya berbagai dalil dan hukum yang berlaku sebagai andalan untuk selanjutnya memekarkan gagasan dan wawasannya (ideas and Insigbts). Perkembangan ilmu tidak melulu tersirnpan sebagai pengetahuan ilmiah belaka, melainkan berlanjut dengan teknologi sebagai perpanjangannya. Teknik (asal katanya technos (per)alat(an) yang bisa dihasilkan oleh pengalaman; manusia primitif pun punya teknik untuk bercocok tanarn atau berburu; segala (per)alat(an) yang digunakannya merupakan kemampuan ekstra untuk beragam keperluannya. Pada tingkat peradaban lebih lanjut, usaha untuk menciptakan berbagai perpanjangan itu didukung oleh kemajuan teknologi (yaitu sekelompok) disiplin ilmiah yang mendasari perkembangan teknik.
Demikianlah ilmu dan teknologi merupakan dua Sisi dari keping yang sama. Dalam konfigurasi ini adakalanya terjadi pacuan antara ilmu dan teknologi. Kemajuan teknologi bisa berlangsung sebagai lompatan dan terobosan (leap; and brakthmgghs), sedangkan ilmu tidak senantiasa bergerak serempak dengan laju perkembangan teknologi. Jacques Ellul, dalam karyanya The Technohgical Sociefy (A. Knopf, New York, 1964) jauh hari sudah menyimpulkan, bshwa teknologi sudah menjadi kekuatan ekonomi (autonomousfome) yang terus berkembang atas kemekarannya sendiri. Maka kendatipun perkembangan ilmu dan teknologi berlangsung dalam posisi kesejajaran (iuxtaporition), derap keduanya tidak senantiasa seirama. Salah satu ciri yang membedakan antara keduanya justru muncul melalui proses perkembangannya. Perkembangan teknologi ditandai oleh selang-selingnya pemutakhiran (updatinô dan ketertinggalan (outdatina Yang mutakhir dianggap canggih (sopbisEcated), sedang yang tertinggal dianggap usang (obsolete). Lain halnya dengan perkembangan berbagai teori dalam perkembangan ilmu.
Lain halnya dengan perkembangan ilmu yang beranjak dari berbagai tesis dan teoris Sesuatu tesis atau teori yang baru tidak dengan sendinnya menjadikan tesis atau teori yang lama tertinggal atau usang. Beberapa tesis bisa pada suatu waktu bisa terpilih sebagai paradigma untuk mengkaji sesuatu permasalahan. Demikian pula beberapa teori bisa serentak dianut dalam suatu era; bakan teori yang tadinya dianggap sudah usang bisa dihidupkan lagi dan diperkenalkan dengan menambahkan kata neo- di depan sebutannya, seperti neo-Platonisme, neo-Malthusianisme, neo-Marxism, dan sebagainya. Semua ini tidak terlepas dari adanya orientasi filsafat yang dijadikan acuan dalam studi tentang permasalahan tertentu. Oleh filsafat pula bisa dikemukakan penentangan terhadap penerapan teknologi tertentu, Kemajuan teknologi memungkinkan tindakan yang bisa dijadikan pilihan (alternatives) untuk mengatasl permasalahan tertentu, scmisal egthanasia, cloning, bahkan yang lebih sederhana lagi seperti berbagai cara pencegahan kehamilan, yang telah menimbulkan perdebatan sengit antara para pendukung dan penentangnya. Gambaran tersebut tidak terlepas dari sikap filosofis pihak-pihak yang terlibat dalam perdebatan.
Filsafat ilmu juga merupakan pengukuh keabsahan sesuatu cara pandang yang bisa dianggap ilmiah. Berbagai tuntutan dasar untuk melakukan kajian ilmiah harus dipenuhi. Sejauhmana bahan kajian itu terbuka untuk umum (public), sejauh mana ulasan yang dihasilkan oleh kajian itu bisa diuji secara rasional, sejauhmana hasil kajian itu terbuka untuk dinilai oleh para pakar maupun umum, sejauhmana kajian itu didasarkan pada observasi atau eksperimentasi dan penelitian yang memenuhi persyaratan. Pendeknya, perlu dipertimbangkan sejauh mana kriteria keilmuan terpenuhi sebelum kita menetapkan kajian itu bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan asas-asas yang harus melatari berkembangnya sesuatu pengetahuan (know/edge) hingga menjadi pengetahuan ilmiah (science). Yang tidak kalah pentingnya ialah ketentuan bahwa setiap ilmu pada dasarnya dapat dialihkan (transferab/e) melalui proses pembelajaran.
Definisi Referensi artikel ini yaitu :

Buku yang memuat himpunan pembahasan mengenai filsafat ilmu ini merupakan hasil garapan tiga orang dosen Filsafat Ilmu di Universitas Negeri Jakarta. Masing-masing telah berpengalaman untuk menyajikan tema yang bersangkutan sebagai materi perkuliahan, sehingga sebagai buku kiranya sudah pula teruji dalam pembahasan intemksi antara dosen dengan mahasiswanya. Buku yang bersifat expose bunga rampai sekitar tema yang sama ini memperkenalkan berbagai pemikiran yang di angkat dari berbagai sumber pustaka. Selain materinya pernah disajikan sebagai bahan kuliah, ada juga yang pernah menjadi bahan diskursus dalam forum ilmiah. Dengan demikian kandungan buku ini niscaya sudah disempurnakan oleh para penyusunnya. Bagaimanapun juga, terbit dan beredarnya buku tentang filsafat pada umumnya patut mendapat apresiasi khalayak pembaca di Indonesia; apalagi tentang filsafat ilmu sebagai bidang yang masih kurang dijamah bahkan oleh kalangan kampus. Sudah merupakan pandangan universal bahwa secara futurologis pembangunan masyarakat manusia harus beranjak dari penguasaan ilmu dan didorong olch teknologi (rience-based and techno/ou-dàven). Melalui buku ini kiranya dapat diperkenalkan berbagai dimensi dunia keilmuan serta apa yang diliput filsafat ilmu).



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "PENGERTIAN ILMU FILSAFAT"

Post a Comment